Aurelia aurita, ciptaan Tuhan yang paling indah
Dia adalah gadis kecil yang cantik. Sama dengan gadis
keturunan Banjar pada umumnya, kulitnya putih bersih, rambutnya hitam terurai,
dan hidungnya… tentu saja berbentuk berbentuk bangir.
Aurelia aurita, sederhana tapi anggun
Ia terlahir di keluarga sederhana. Ayahnya seorang
guru. Ibunya seorang istri yang taat pada suami. Diam di rumah sembari membuat
kue untuk dititipkan di warung. Meski tinggal di desa kecil, Dia tidak pernah
merasa kesepian. Bagaimana tidak, ia adalah anak kedua dari delapan bersaudara.
Hidup yang sederhana ini selalu membuatnya tegar. Ia
tahu betul dengan keadaan kelurganya ia harus mandiri. Walau ia baru kelas 1
SMP, ia sudah mampu memikirkan masa depannya.
Kehidupan sederhana inilah yang memotivasinya untuk
menggapai cita. Ia tidak pernah takut bermimpi. Ia selalu percaya tuhan akan
mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Ia tahu tuhan selalu melihat
perjuangannya. Ia yakin tuhan selalu dekat dengannya meski ia sendiri tak
pernah melihat sosok tuhan. Tuhan akan mudahkan segalanya untuknya. Ia percaya
itu.
Cerita dimulai…
Waktu itu liburan sekolah. Ia dan kakaknya
memohon-mohon kepada ayah agar diizinkan pergi ke pasir panjang bersama
teman-teman.
Ayah. Kami ingin sekali
pergi ke pasir panjang. Kami ingin melihat lautan. Ingin bermain di pantai.
Iya ayah, kami ingin
pergi berlibur ke pasir panjang…
Jangan. Siapa yang akan menjaga
kalian di sana ?
Kami akan saling menjaga
satu sama lain, ayah.
Menjaga diri sendiri saja belum
tentu bisa. Bagaimana kalian akan menjaga satu sama lain ?
Maka dari itu kami akan
selalu bersama.
Lagi pula masih ada
teman-teman dan guru pembimbing, ayah.
Temanmu akan sibuk sendiri.
Gurumu tidak akan mampu mengawasi anak yang ramai seperti itu.
Ayolah ayah. Kami tidak
akan apa-apa.
Iya ayah, kami akan
baik-baik saja. Percayalah ayah…
Tapi sayang, ia dan kakaknya tetap tak diizinkan.
Karena kasihan, sang ibu akhirnya mengambil tindakan.
Sudahlah, Yah. Mereka sudah
mempersiapkan segalanya untuk hari ini. Mereka sudah mempersiapkan pakaian dan
bekal. Sayang kalau tidak jadi pergi.
Tapi…
Sudahlah Yah, percayakan
segalanya pada mereka.
Akhirnya sang ayah pun mengizinkan.
Aurelia aurita, pendiam tapi selalu ceria
Berangkatlah ia dan teman-temannya ke pasir panjang.
Sepanjang perjalanan terdengar suara canda-tawa dan nyanyian bersama. Ia dan
teman-temannya amat senang bisa berlibur ke pasir panjang. Jarang-jarang bagi
mereka si anak desa bisa bepergian seperti ini.
Aurelia aurita, kau suguhkan keindahan tempat tinggalmu
Sesampai di sana, ia dan teman-temannya langsung
berlarian di atas pasir-pasir putih. Angin sepoy-sepoy meniup rambut
panjangnya. Tak cukup dengan bermain-main di atas pasir, ia dan teman-temannya
menceburkan diri ke laut. Bermain-main dengan ombak. Menenggelamkan seluruh
tubuhnya ke laut. Masih dengan canda-tawa, ia berenang-renang ke sana – ke
mari.
Aurelia aurita, makhluk indah tapi mematikan. Kau siksa dia hingga dia hampir mati !
Lelah berenang ia pun beranjak naik. Tiba-tiba ia
merasakan perih di sekujur tubuhnya. Seperti ada luka. Seperti luka bakar.
Entahlah bagaimana persisnya, yang jelas perih sekali. Matanya langsung terbelalak
ketika ia melihat lendir-lendir seperti telur kodok yang menempel di tubuhnya. Lendir apa ini ? kenapa perih sekali ?
Mendadak ia muntah-muntah. Muntahan itu berwarna kuning.
Badannya terasa goyang. Seolah ia berada di atas kapal yang terombang-ambing.
Ia tak mampu menyeimbangkan badannya. Kesadarannya menurun. Lama-kelamaan ia
tak sadarkan diri. Ia roboh. Semuanya gelap. Padahal ia belum menemukan jawaban
atas pertanyaannya.
Semua orang panik. Karena ternyata bukan hanya dia
yang menjadi korban. Orang-orang yang tadi berenang ternyata disengat
ubur-ubur.
Ia di bawa ke sebuah perkampungan dekat pantai.
Korban-korban lain juga begitu. Tapi sayang, banyak dari mereka akhirnya
meninggal. Ia masih tak sadarkan diri. Masih lemah. Masih gelap. Masih tak tahu
apa-apa.
Ia di bawa ke sebuah rumah. pemilik rumah itu adalah
sorang wanita bisu. Wanita itu memijat-mijat tubuhnya. Apakah wanita itu tukang
pijat ? entahlah, tapi kemungkinan begitu.
Aurelia aurita, tuhan maha pengasih lagi penyayang. Tuhan selamatkan dia dari malapetaka
yang kau ciptakan. Malaikat pencabut nyawa pergi meninggalkan roh dan jasadnya
yang masih diam membeku, tak sadarkan diri.
Beberapa saat kemudian ia terbangun. Kembali ia
muntah-muntah. Wanita bisu memberinya semacam ramuan untuk diminum. Ia pun
meminumnya perlahan.
*Sruuup… diminumnya ramuan itu. Kemudian terdiam,
tampak masih bingung. Kemudian *sruuup, kembali ia meminum ramuan itu. Begitu
berulang-ulang hingga ramuannya habis.
Orang-orang banyak yang berusaha mengajaknya bicara
untuk memastikan ia baik-baik saja, juga untuk mencari informasi tentang apa
yang sebenarnya terjadi. Tapi ia hanya terdiam. Ia masih lemah dan shock atas
peristiwa siang tadi. Bagaimana tidak, peristiwa siang tadi hampir saja
merenggut nyawanya.
Kau baik-baik saja ?
…
Kepalamu pusing ?
… *ia mengangguk lemah
Badanmu terasa sakit ?
… *kepalanya menggeleng perlahan
Ia masih kelihatan bingung. Wajah pucatnya
perlahan-lahan mulai merona. Keadaanya mulai membaik. Teman-temannya lega.
Begitu juga dengan kakaknya. Semua bersyukur karena dia tidak apa-apa.
Kakaknya langsung memeluk tubuh mungilnya yang masih
lemah. Air mata tiba-tiba jatuh dari mata sang kakak.
Teringat akan janji pada ayah … kami akan saling menjaga satu sama lain. Sayang janji itu tak dapat di tepati. Sang kakak begitu sedih melihat
keadaan adiknya, juga karena tidak bisa menepati janji. Ia sangat menyesal.
Ia mulai bicara...
Aku ingin pulang.
Sang kakak agak kaget, kemudian melepaskan
pelukkannya.
Iya, iya, kita akan pulang.
Tunggulah dulu, kakak akan siapkan baju ganti untuk mu.
… *kembali hanya anggukan pelan tanpa kata-kata
Selesai ganti baju ia, kakaknya, teman-teman serta
guru menaiki bis dan pulang.
Orang-orang terdengar berbisik-bisik disepanjang
perjalanan.
Untunglah gadis kecil itu cepat
diselamatkan. Jika tidak, mungkin dia sudah mati
Ya benar. Untung orang-orang
langsung membawanya ke tempat wanita itu.
Tapi daya tahan tubuhnyalah
yang patut diacunggi jempol. Karena meski telah terkena racun ubur-ubur, ia
tetap selamat.
Ya benar. Coba lihat
korban-korban lain. Mereka tidak selamat.
Semua ini adalah kekuasaan
Allah. Allah lah yang menentukan nyawa seseorang.
Ya benar. Allah memang mengasihinya.
Allah memang maha pengasih
Juga penyayang
Andai saja waktu itu tidak ada orang-orang yang
menggotongnya beramai-ramai untuk membawanya ke perkampungan.
Andai saja waktu itu tidak ada wanita bisu yang
memijat dan memberinya ramuan
Andai saja waktu itu kakak, teman-taman, guru dan
orang-orang tidak mendoakannya
Andai saja ridho ibu tidak menyertai kepergiannya.
Mungkin ia tak akan selamat.
Terimakasih tuhan, terimakasih wanita bisu misterius,
terima kasih orang-orang baik. Tanpa kalian, wanita kecil itu mungkin tak akan
pernah menjadi ibu ku.
Aurelia aurita, inilah sepotong kisah tentang mu, juga ibu ku.
TAMAT
cerpen ini dibuat untuk memenuhi tugas cerpen bahasa Indonesia dari bu Wawan.
BalasHapusselain itu cerpen ini juga bukti bahwa mama adalah inspirasi ku.
saranghaeyo umma. :*